Fatwa Ulama: Kapan Mengucapkan Ash-Shalatu Khairun Minan Naum?
Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Pertanyaan:
Kalimat “ash-shalatu khairun minan naum” (Mendirikan salat itu lebih baik daripda tidur) apakah diucapkan saat azan pertama (azan awaal) ataukah pada saat azan kedua (azan tsani)?
Jawaban:
Kalimat “ash-shalaatu khairun minan naum” itu diucapkan di azan pertama (azan awwal) sebagaimana terdapat penjelasannya di hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
فإذا أذنت أذان الصبح الأول فقل : الصَّلَاةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ
“Jika azan pertama salat subuh dikumandangkan, maka ucapkanlah ‘ash-shalatu khairun minan naum.’” (HR. Abu Dawud no. 500 dan An-Nasa’i no. 633)
(Berdasarkan hadis di atas), kalimat tersebut diucapkan pada saat azan pertama, bukan azan kedua.
Akan tetapi, wajib untuk diketahui apakah maksud dari azan pertama sebagaimana dalam hadis? Azan pertama adalah azan yang dikumandangkan setelah masuknya waktu salat subuh. Sedangkan yang dimaksud dengan azan kedua (azan tsani) adalah ikamah. Hal ini karena ikamah juga disebut sebagai azan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
بَيْنَ كُلِّ أَذَانَيْنِ صَلاَةٌ
“Ada salat (yang didirikan) di antara dua azan.” (HR. Bukhari no. 624 dan Muslim no. 838)
“Dua azan” yang dimaksud dalam hadis tersebut adalah azan dan ikamah.
Di dalam Shahih Bukhari disebutkan, “Sesungguhnya Amirul Mukminin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu menambahkan azan ketiga untuk salat jumat.”
Jika demikian, maka azan pertama yang diperintahkan kepada Bilal radhiyallahu ‘anhu untuk mengumandangkan “ash-shalaatu khairun minan naum” adalah azan untuk salat subuh (yaitu setelah masuknya waktu salat subuh, pent.).
Adapun azan sebelum terbit fajar bukanlah azan untuk saat subuh. Manusia menyebutnya sebagai azan di akhir malam sebagai azan awwal untuk salat subuh. Sedangkan pada hakikatnya, azan tersebut bukanlah azan untuk mendirikan salat subuh. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ، لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَيُوقِظَ نَائِمَكُمْ
“Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan saat masih malam untuk mengingatkan orang yang sedang salat dari kalian (agar bersahur atau istirahat mempersiapkan salat subuh, pent.) dan membangunkan orang yang sedang tidur dari kalian (untuk bersahur atau salat malam, pent.).” (HR. Bukhari no. 621 dan Muslim no. 1093)
Baca Juga: Hukum Adzan dan Iqamah untuk Orang yang Shalat Sendirian
Maksudnya, agar orang-orang yang masih tidur bisa bangun dan makan sahur, dan agar orang yang masih salat malam untuk istirahat dan makan sahur.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda kepada Malik bin Al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu,
فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ لَكُمْ أَحَدُكُمْ
“Jika waktu salat tiba, maka hendaklah salah satu di antara kalian mengumandangkan azan.” (HR. Bukhari no. 628 dan Muslim no. 674)
Telah diketahui bahwa waktu salat subuh tidaklah tiba, kecuali setelah terbitnya fajar. Dengan demikian, maka azan yang dikumandangkan sebelum terbit fajar bukanlah azan untuk salat subuh. Sehingga apa yang dipraktikkan oleh masyarakat saat ini, yaitu kalimat “ash-shalatu khairun minan naum” yang diucapkan pada saat azan subuh, inilah praktik yang benar. Adapun orang-orang yang menyangka bahwa yang dimaksud dengan azan awal sebagaimana di dalam hadis adalah azan sebelum terbit fajar, maka hal itu tidak perlu diperhatikan.
Sebagian orang berkata, dalil bahwa yang dimaksud adalah azan di akhir malam (sebelum terbit fajar, pent.) agar orang-orang itu bangun untuk mendirikan salat sunah. Sehingga dikumandangkanlah kalimat “ash-shalatu khairun minan naum”. Kata “khairun” (lebih baik) itu menunjukkan perkara yang lebih utama (lebih afdal) (artinya, menunjukkan perkara sunah, yaitu salat malam; dan bukan perkara wajib, yaitu salat subuh, pent.).
Maka kami katakan bahwa kata “khairun” itu bisa dimaksudkan untuk perkara yang wajib yang paling wajib. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, maukah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Shaf: 10-11)
Padahal, ayat itu berkaitan dengan keimanan (yang wajib).
Allah Ta’ala juga berfirman tentang salat jumat,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumuah: 9)
Oleh karena itu, kata “lebih baik” itu bisa berupa perkara yang wajib dan bisa berupa perkara yang sunah.
Baca Juga:
***
@Rumah Kasongan, 21 Muharram 1444/ 19 Agustus 2022
Penerjemah: M. Saifudin Hakim
Artikel asli: https://muslim.or.id/77924-kapan-mengucapkan-ash-shalaatu-khairun-minan-naum.html